1. Al Imam Abu Hanifah –semoga Allah meridlainya- dalam kitabnya al Washiyyah berkata yang maknanya: "Bahwa penduduk surga melihat Allah ta'ala adalah perkara yang haqq (pasti terjadi) tanpa (Allah) disifati dengan sifat-sifat benda, tanpa menyerupai makhluk-Nya dan tanpa (Allah) berada di suatu arah" Ini adalah penegasan al Imam Abu Hanifah –semoga Allah meridlainya- bahwa beliau menafikan arah dari Allah ta'ala dan ini menjelaskan kepada kita bahwa ulama salaf mensucikan Allah dari tempat dan arah.
2. Imam Malik Mensucikan Allah dari sifat Duduk, Bersemayam atau semacamnya
Al Imam Malik –semoga Allah meridlainya– berkata: "Ar-Rahman 'ala al 'Arsy istawa sebagaimana Allah mensifati Dzat (hakekat)-Nya dan tidak boleh dikatakan bagaimana, dan kayfa (sifat-sifat makhluk) adalah mustahil bagi-Nya" (Diriwayatkan oleh al Bayhaqi dalam al Asma' Wa ash-Shifat).
Maksud perkataan al Imam Malik tersebut, bahwa Allah maha suci dari semua sifat benda seperti duduk, bersemayam, berada di suatu tempat dan arah dan sebagainya.
Sedangkan riwayat yang mengatakan wa al Kayf Majhul adalah tidak benar dan Al Imam Malik tidak pernah mengatakannya.
3. Al Imam asy-Syafi'I : Dzat Allah Tidak Bisa Dibayangkan
Al Imam asy-Syafi'i -semoga Allah meridlainya– berkata: "Barang siapa yang berusaha untuk mengetahui pengatur-Nya (Allah) hingga meyakini bahwa yang ia bayangkan dalam benaknya adalah Allah, maka dia adalah musyabbih (orang yang menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya), kafir. Dan jika dia berhenti pada keyakinan bahwa tidak ada tuhan (yang mengaturnya) maka dia adalah mu'aththil -atheis- (orang yang meniadakan Allah). Dan jika berhenti pada keyakinan bahwa pasti ada pencipta yang menciptakannya dan tidak menyerupainya serta mengakui bahwa dia tidak akan bisa membayangkan-Nya maka dialah muwahhid (orang yang mentauhidkan Allah); muslim". (Diriwayatkan oleh al Bayhaqi dan lainnya)
4. Al Imam Ahmad ibn Hanbal dan al Imam Tsauban ibn Ibrahim Dzu an-Nun al Mishri, salah seorang murid terkemuka al Imam Malik -semoga Allah meridlai keduanya- berkata: "Apapun yang terlintas dalam benakmu (tentang Allah) maka Allah tidak menyerupai itu (sesuatu yang terlintas dalam benak)" (Diriwayatkan oleh Abu al Fadll at-Tamimi dan al Khathib al Baghdadi)
Al Imam Malik –semoga Allah meridlainya– berkata: "Ar-Rahman 'ala al 'Arsy istawa sebagaimana Allah mensifati Dzat (hakekat)-Nya dan tidak boleh dikatakan bagaimana, dan kayfa (sifat-sifat makhluk) adalah mustahil bagi-Nya" (Diriwayatkan oleh al Bayhaqi dalam al Asma' Wa ash-Shifat).
Maksud perkataan al Imam Malik tersebut, bahwa Allah maha suci dari semua sifat benda seperti duduk, bersemayam, berada di suatu tempat dan arah dan sebagainya.
Sedangkan riwayat yang mengatakan wa al Kayf Majhul adalah tidak benar dan Al Imam Malik tidak pernah mengatakannya.
3. Al Imam asy-Syafi'I : Dzat Allah Tidak Bisa Dibayangkan
Al Imam asy-Syafi'i -semoga Allah meridlainya– berkata: "Barang siapa yang berusaha untuk mengetahui pengatur-Nya (Allah) hingga meyakini bahwa yang ia bayangkan dalam benaknya adalah Allah, maka dia adalah musyabbih (orang yang menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya), kafir. Dan jika dia berhenti pada keyakinan bahwa tidak ada tuhan (yang mengaturnya) maka dia adalah mu'aththil -atheis- (orang yang meniadakan Allah). Dan jika berhenti pada keyakinan bahwa pasti ada pencipta yang menciptakannya dan tidak menyerupainya serta mengakui bahwa dia tidak akan bisa membayangkan-Nya maka dialah muwahhid (orang yang mentauhidkan Allah); muslim". (Diriwayatkan oleh al Bayhaqi dan lainnya)
4. Al Imam Ahmad ibn Hanbal dan al Imam Tsauban ibn Ibrahim Dzu an-Nun al Mishri, salah seorang murid terkemuka al Imam Malik -semoga Allah meridlai keduanya- berkata: "Apapun yang terlintas dalam benakmu (tentang Allah) maka Allah tidak menyerupai itu (sesuatu yang terlintas dalam benak)" (Diriwayatkan oleh Abu al Fadll at-Tamimi dan al Khathib al Baghdadi)